Kamis, 16 Juni 2016

KONSERVASI ARSITEKTUR STUDI KAWASAN KONSERVASI KOTA TUA JAKARTA KAWASAN STASIUN KOTA BEOS

LATAR BELAKANG

Kota tua sudah ditetapkan menjadi cagarbudaya oleh pemerintah setempat terutama kawasan stasiun Jakarta kota (beos), disana banyak terdapat bangunan-bangunan bersejarah yang beradapa di sekitar stasiun Jakarta Kota diantaranya yang masuk ke dalam daftar cagar budaya adalah : Gedung bank Mandiri Kanwil III, BNI 46, Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Gedung PT. Kerta niaga, Gedung Platoon, PT. Asuransi Jasindo, Hotel Beverly hill, dan tentunya stasiun Jakarta kota itu sendiri yang biasa disebut stasiun BEOS.
Diantara Bangunan bersejarah itu ada yang berubah secara fungsi, ada yang tetap, adapula yang mengalami renovasi baik secara arsitektur ataupun secara konsep bangunan. Tenu dalam menentukan hal tersebut harus melalui beberapa analisa terlebih dahulu, yang pertama mengacu kepada teori-teori yang ada untuk mentukan kelas bangunan dan tingkat pemugaran, selanjutnya mencari sejarah bangunan tersebut baik arsitekturnya ataupun fungsi dari bangunan tersebut dimasa lalu. Langkah terakhir adalah pemugaran dengan mengacu kepada teori dan aturan yang ada.
            Mengingat konservasi suatu bangunan bersejarah itu sanat penting maka dengan alasan tersebut penulis membuat tugas penulisan ini untuk mengidentifikasi tingkat pemugaran di setiap bangunan di kawasan stasiun Jakarta kota (BEOS).

FULL VERSION :

Selasa, 19 Januari 2016

Kritik Arsitektur Jl. Margonda Raya Depok (Batas Kampus BSI – Juanda)

ABSTRAKSI

Harismawan,
Kritik Arsitektur Kantung Parkir Jl. Margonda Raya Depok
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
Universitas Gunadarma.

Margonda merupakan sebuah kawasan yang sangat strategis sebagai pusat bisnis karena berada di sebelah selatan Jakarta, jalan Margonda Raya merupakan sebuah jalan dan merupakan akses utama di daerah tersebet sehingga banyak pelaku bisnis yang mendirikan kios-kios di sepanjang jalan Margonda Raya.
Banyaknya kios yang terbangun di sepanjang jalan tersebut membuat banyaknya pengunjung yang mendatangi kios-kios tersebut, semakin majunya pertumbuhan ekonimi kebanyakan pengunjung lebih menggunakan kendaraan pribadi, hal ini membuat dibutuhkannya lahan parkir yang memadai untuk menampung kendaraan yang datang, namun fakta yang terjadi kios-kios tersebut tidak menyediakan lahan yang cukup sehingga sebagian kendaraan yang datang menggunakan badan jalan untuk memarkir kendaraannya, hal ini mengganggu pengguna jalain lain yang melewati kawasan margonda.

Kata Kunci: Kantug Parkir, Fungsi dan kenyamanan

  


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Depok merupakan sebuah kota di Jawa Barat yang sedang mengalami perkembangan yang sangat pasat, terletak di sebelah selatan Jakarta menjadikan kota ini sebagai penunjang ekonomi yang menjanjikan, bertambanya jumlah penduduk dari tahun ke tahun merupakan sebuah tanda dari majunya perekonomian dan menjadikannya sebagai peluang bisnis.
Jalan Margonda Raya merupakan jalan utama di kawasan Depok yang dilalui oleh semua kalangan baik pekerja, mahasiswa dan sebagainya, hal tersebut membuat menjamurnya pelaku-pelaku bisnis yang menyediakan baik barang maupun jasa, banyak kios-kios baik kecil dan besar terbagun di sepanjang jalan Margonda Raya, mudahnya akses menuju jalan Raya Margonda menjadikan kendaraan datang ke daerah tersebut.
Semakin banyaknya kendaraan yang masuk ke daerah Depok merupakan dampak baik bagi para pelaku usaha di sepanjang jalan Margonda Raya, banyaknya pengunjung di setiap kios menuntut para pemilik usaha untuk menyediakan lahan parkir bagi para pengunjungnya, namun fakta yang terjadi sekarang banyak kendaraan parkir di sepanjang jalan Margonda raya karena tidak mendapatkan lahan parkir dari kios yang dikunjunginya karena tidak memiliki lahan parkir yang memadai, banyak kios bahkan tidak memiliki kantung parkir, hal tersebut membuat lalu lintas tersendat pada waktu-waktu tertentu.
Kantung parkir merupakan lahan yang disediakan oleh para pemilik usaha sebagai tempat menaruhnya kendaraan bagi para pelanggan, karena sudah menjadi keharusan bagi para pemilik di sepanjang jalan Margonda Raya menyediakan lahan tersebut agar tidak mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Oleh sebab itu kios-kios disepanjang jalan Margonda Raya perlu di kritik dan diberi solusi agar terciptanya lalu lintas yang lancar dan menjadikan kota Depok yang tertata layaknya kota-kota besar di Indonesia yang sudah menjadi contoh di bidang penyediaan kantung parkir.

1.2 Batasan Masalah
Bagaimana membuat sebuah kantung parkir yang baik di kota depok dapat berfungsi sesuai dengan fungsi aslinya.

1.3 Rumusan Masalah
Agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan yang akan dibahas dan lebih memahami judul di atas, maka timbulah beberapa pertanyaan guna untuk membatasi pembahasan ini yaitu :
1. Bagaimana merancang kantung parkir yang baik dan benar ?
2. Bagaimana merancang kantung parkir supaya dapat berfungsi sesuai dengan fungsi aslinya?

1.4 Tujuan
Tujuan dari kritik arsitektur ini adalah untuk mengetahui dan memahami maslah – masalah yang ada di kawasan perkotaan.
  • Memperoleh pengetahuan dan wawasan dalam meneliti perancangan yang baik.
  • Memahami fungsi dari kantung parkir yang baik.

1.5 Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan apresiasi budaya ini terdiri dari lima bab, dapat dideskripsikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Menjabarkan tentang latar belakang permasalahan, maksud dan tujuan, lingkup perancangan, batasan dan asumsi, metode perancangan dan sistematika laporan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan memberi acuan tentang teori – teori yang bersangkutan dengan permasalahan yang dikaji. Kajian yang menguraikan pustaka/literatur untuk dapat menjelaskan materi yang diambil dan di buat dalam rangkuman untuk mempermudah menguraikan sebuah analisa.

BAB III ANALISA PEMBAHASAN
Menganalisa permasalahan yang terjadi di lapangan selama proses pengamatan dilihat dari segi keuntungan, kerugian, efisiensi serta cara penyelesaiannya.

BAB IV KESIMPULAN
Menyimpulkan hasil pembahasan masalah pengawasan pekerjaan yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan dilengkapi pula dengan saran-saran yang dapat membantu dalam pelaksanaan proyek tersebut.

1.6 Metode Penulisan
1. Studi Pustaka
Yaitu mengambil dari beberapa sumber antara lain buku-buku, dan sumber-sumber lain yang bisa menjawab permasalahan dengan pemecahan yang mendasar.
2. Studi Lapangan
Melakukan studi di lapangan secara langsung, yang di lakukan dengan mengumpulkan data- data yang di perlukan untuk penyusunan laporan ini.

  


BAB II
KAJIAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Parkiran
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Secara hukum dilarang untuk parkir di tengah jalan raya; namun parkir di sisi jalan umumnya diperbolehkan. Fasilitas parkir dibangun bersama-sama dengan kebanyakan gedung, untuk memfasilitasi kendaraan pemakai gedung.Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau menurunkan orang dan/atau barang.
Menurut Clarkson Grg Lesby dan Bary Hicks parkiran adalah ruang yang tersedia untuk memarkir kendaraan pada tepi jalan di kawasan pusat kota dan sepanjang jalan raya utama yang dilakukan dengan tetap ada pembatasan dan pengendalian serta pengaturan.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), parkir merupakan keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara sedangkan berhenti adalah kendaraan tidak bergerak untuk sementara dengan pengemudi tidak meninggalkan kendaraan. Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan menginginkan kendaraannya parkir di tempat, dimana tempat tersebut mudah untuk dicapai. Kemudahan tersebut salah satunya adalah parkir di badan jalan. Dengan demikian untuk mendesain suatu area parkir di badan jalan ada 2 (dua) pilihan yakni, pola parkir paralel dan menyudut.
Dalam tulisannya mengenai parkir, Syaiful (2013), menjelaskan pengertian parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau menurunkan orang dan/atau barang.

2.2 Fasilitas Parkir
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu. Fasilitas parkir bertujuan untuk memberikan tempat istirahat bagi kendaraan dan untuk menunjang kelancaraan arus lalu lintas.
Dalam buku Dasar-dasar Rekayasa Transportasi, Khisty dan Lall (2005), mengatakan sebagai salah satu kegiatan kota yang rumit, parkir memperebutkan ruang parkir, baik parkir di badan jalan maupun di luar badan jalan. Idealnya, seorang pengguna kendaraan bermotor ingin mendapatkan parkir persis di depan tempat yang dituju, untuk menghindari yang bersangkutan berjalan kaki.
·         Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat 1996), ada dua jenis dan penempatan fasilitas parkir, yaitu:
1. Parkir di badan jalan (on-street parking), yaitu parkir yang menggunakan tepi jalan. Dimana penempatannya terdiri dari:
a. parkir pada tepi jalan tanpa pengendalian parkir,
b. dan parkir pada kawasan parkir dengan pengendalian parkir.

2. Parkir di luar badan jalan (off-street parking), yaitu fasilitas parkir kendaraan di luar tepi jalan umum yang dibuat khusus atau penunjang kegiatan yang dapat berupa tempat parkir dan/atau gedung parkir. Dimana penempatan fasilitas parkir ini terdiri dari:
a. fasilitas parkir untuk umum, yaitu tempat yang berupa gedung parkir atau taman parkir untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan tersendiri.
b. fasilitas parkir sebagai fasilitas penunjang, yaitu tempat yang berupa gedung parkir yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama.

2.3 Satuan Ruang Parkir (SRP)
Suatu satuan ruang parkir (SRP) adalah ukuran luas efektif untuk meletakan kendaraan (mobil penumpang, bus/truk, atau sepeda motor), termasuk ruang bebas dan buka pintu. Untuk hal-hal tertentu bila tanpa penjelasan, SRP adalah SRP untuk mobil penumpang. Satuan ruang parkir digunakan untuk mengukur kebutuhan ruang parkir. Tetapi untuk menentukan satuan ruang parkir tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan seperti halnya satuan-satuan lain.
Pada ruang parkir dikendalikan, ruang parkir harus diberi ruang marka pada permukaan jalan. Ruang parkir dibagi dalam dua bentuk, yaitu :
1. Ruang parkir sejajar lebih diinginkan jika kendaraan-kendaraan berjalan melampaui ruang parkir tersebut dan kemudian masuk mundur. Ukuran standar untuk bentuk ini adalah 6,1 x 2,3 atau 2,4 meter.

2. Ruang parkir bersudut, makin besar sudut masuknya, maka makin kecil luas daerah masing-masing ruang parkirnya, akan tetapi makin besar juga lebar jalan yang diperlukan untuk membuat lingkaran membelok bagi kendaraan yang memasuki ruang parkir.

2.4 Paraturan Parkir
Parkir dapat digunakan sebagai salah satu alat dalam pengaturan manajemen lalu lintas, disamping itu parkir digunakan sebagai sumber pendapatan asli daerah. Oleh karena itu perlu diatur sedemikian sehingga pendapatan retribusi parkir diperoleh dan lalu lintas dapat berjalan lancar, sehingga masyarakat dapat melakukan perjalanan dengan kendaraan pribadi dan kemudian dapat memarkirnya di tempat tujuan perjalanan mereka, baik itu diruang parkir dipinggir jalan maupun parkir diluar jalan. Pengaturan parkir dipinggir jalan dan pelataran ataupun bangunan yang dimiliki oleh pemerintah daerah merupakan wewenang Dinas LLAJ Tingkat II, tetapi disamping itu pengaturan parkir diluar jalan dikendalikan oleh Dinas Tata Kota. Pengaturan parkir diluar jalan dikendalikan melalui Izin Mendirikan Bangunan.

2.5 Metode Parkir
Selain dengan melarang sama sekali parkir, perparkiran juga dapat diatur dengan tiga cara, antara lain yaitu :
1. Dengan pembatasan waktu (misalnya 20 menit)
Adanya pembatasan waktu parkir dirasakan amat penting, terutama pada jalan-jalan yang berdekatan dengan kawasan perbelanjaan. Kelemahan dari penerapan batas waktu parkir adalah mahalnya biaya dan sulit pelaksanaannya. Jika tidak ada pengawas yang mencatat waktu datang dan pergi kendaraan-kendaraan pada jalan dengan parkir terbatas, maka usaha pelarangan menjadi kurang berarti.
2. Dengan meteran parkir
Meteran parkir adalah satu bentuk pengawasan parkir yang sangat sederhana. Suatu kawasan didalam kota dinyatakan sebagai ‘zone meteran’ tempat segala jenis parkir dilarang kecuali pada bagian yang bertanda dan ada meterannya. Biasanya kelebihan penghasilan dari meteran akan dipergunakan untuk membangun palataran parkir di luar jalan.
3. Dengan menggunakan cakram (piringan) parkir, atau kartu parkir Piringan parkir adalah alternatif utama untuk meteran parkir. Piringan parkir, seperti yang digunakan ‘Zone Biru’ di Paris, menyediakan parkir bebas, sepanjang bahu jalan yang tidak ditentukan batas-batasnya, untuk kurun waktu tertentu.




BAB III
PEMBAHASAN


3.1 Lokasi
Lokasi Kantung Parkir berada disepanjang jalan Margonda Raya ( Kampus BSI – Juanda)

Gambar 3.1 jalan Margonda Raya Depok

3.2 Permasalahan
  1. Kurangnya kantung parkir yang dimiliki oleh para pelaku usaha di sepanjang jalan Margonda Raya.
Gambar 3.2 kios yang tidak memiliki kantung parkir

  1. Penyalahgunaan badan jalan sebagai tempat parkir sementara oleh pemilik kendaraan pribadi yang datang ke kios bersangkutan.
Gambar 3.3 kendaraan yang parkir di badan jalan

3.3 Solusi
  1. Salah satu pemecahan akan penyalahgunaan badan parkir sebagai lahan parkir adalah membuat kantung parkir di setiap ruko-ruko sepanjang jalan Margonda Raya, bangunan yang sudah terbangun dan terlalu dekat dengan trotoar jalan harus dimundurkan seminimal mungkin 6 m, kemudian membuat kantung parkir didepan ruko.
  2. Penyediaan lahan parkir umum oleh pemerintah Depok di sekitar kawasan yang padat akan bangunan komersial, mengingat banyaknya pengguna kendaraan pribadi yang datang untuk menggunakan barang dan jasa di kawasan jalan Margonda Raya.



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Kurangnya kesadaran dari pemilik kios akan kebutuhan parkir yang harus disediakan, sehingga penggunaan badan jalan sebagai tempat parkir sementara.
  2. Kurangnya peran pemerintah akan penyedian parkir umum dan penertiban bangunan komersil yang tidak memiliki lahan parkir memadai.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat memberikan solusi dari permasalahan parkir sebagai berikut:
  1. Bagi masyarakat yang akan menggunakan barang dan jasa di sepanjang jalan Margonda Raya sebaiknya lebih menggunakan kendaraan umum sebagai akses menuju lokasi.
  2. Penyediaan lahan parkir umum dari pemerintah mengingat banyaknya pengguna fasilitas yang menggunakan kendraraan pribadi

DAFTAR PUSTAKA

·         https://id.wikipedia.org/wiki/Parkir
·         http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/be6b307236f09d3d9132c6725d579fd7.pdf
·         http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/139/jbptunikompp-gdl-s1-2007-nurfajriat-6906-bab-ii.pdf
·         http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39609/4/Chapter%20II.pdf


Kamis, 08 Januari 2015

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN

Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural.

Fungsi AMDAL
·     Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
·    Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
·     Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
·      Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
·      Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
·       Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
·       Sebagai Scientific Document dan Legal Document
·       Izin Kelayakan Lingkungan


Dasar hukum AMDAL
Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di dukung oleh paket keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/ atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala BAPEDAL tentang pedoman penentuan dampak besar dan penting.

Tujuan dan sasaran AMDAL    
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usah dan / atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimumkan dampak negatip dan memaksimalkan dampak positip terhadap lingkungan hidup.

Tanggung jawab pelaksanaan AMDAL
Secara umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi proses pelaksanaan AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).

Pasal 22 PP/ 1999 mengatur bahwa instansi yan bertanggung jawab (Bapedal atau Gubernur) memberikan keputusan tidak layak lingkungan apabila hasil penilaian Komisi menyimpulkan tidak layak lingkungan. Keputusan tidak layak lingkungan harus diikuti oleh instansi yang berwenang menerbitkan ijin usaha. Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang berwenang tersebut dapat menjadi obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah saatnya sistem hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada masyarakat umum , tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak melaksanakan perintah Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi pidana.

Prosedur penyusunan AMDAL
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.

Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Pendekatan Studi AMDAL
Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL  Kegiatan Dalam Kawasan

Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator pelaksana) harus bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota penyusun lainnya adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan bidang kegiatan yang di studi.

Peran serta masyarakat
Semua kegiatan dan /atau usaha yang wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib mengumumkan terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL. Yaitu pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08 tahun 2000 tentang Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Dalam jangka waktu 30 hari sejak diumumkan , masyarakat berhak memberikan saran, pendapat dan tanggapan. Dalam proses pembuatan AMDAL peran masyarakat tetap diperlukan . Dengan dipertimbangkannya dan dikajinya saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dalam studi AMDAL. Pada proses penilaian AMDAL dalam KOMISI PENILAI AMDAL  maka saran, pendapat dan tanggapan masyarakat akan menjadi dasar pertimbangan penetapan kelayakan lingkungan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Penilaian dokumen AMDAL dilakukan untuk beberapa dokumen dan meliputi penilaian terhadap kelengkapan administrasi dan isi dokumen. Dokumen yang di nilai adalah meliputi:
1.Penilaian dokumen Kerangka Acuan (KA)
2.Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, yang terdiri dari:
a.Pendahuluan.
b.Ruang lingkup studi.
c.Metode studi.
d.Pelaksanaan studi.
e.Daftar pustaka dan lampiran.

Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, meliputi:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Rencana usaha dan /atau kegiatan
e.Rona lingkungan awal
f.Prakiraan dampak penting
g.Evaluasi dampak penting
h.Daftar pustaka dan lampiran

Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), meliputi:
1.Lingkup RKL
2.Pendekatan RKL
3.Kedalaman RKL
4.Rencana pelaksanaan RKL
5.Daftar pustaka dan lampiran

Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), meliputi:
1.Lingkup RPL
2.Pendekatan RPL
3.Rencana pelaksanaan RPL
4.Daftar pustaka dan lampiran.

Evaluasi  proses penilaian dokumen AMDAL
Proses dan prosedur penilaian AMDAL secara umum cukup baik yang ditandai dengan singkatnya waktu penilaian , memang waktu penilaian sangat tergantung dari kualitas KA dan dokumen AMDAL nya sendiri.

Kemampuan teknis dan obyektifitas dari penilaian
Anggota komisi penilai yang telah memiliki sertifikat kursus AMDAL A, B, dan C cukup baik secara teknis dan obyektif, lebih profesional serta anggota penilai yang pernah melakukan penyusunan AMDAL walaupun jumlahnya relatif tidak banyak. Anggota komisi penilai yang berasal dari institusi sektoral atau dari pemerintah daerah (bukan dari tim penilai tetap) sering belum banyak menguasai mengenai AMDAL. Penilaian oleh LSM dan wakil dari masyarakat kadang-kadang kurang obyektif. Tim teknis yang ikut duduk di dalam komisi penilai perlu lebih memahami peran bidangnya dalam AMDAL.

Evaluasi keterlibatan masyarakat.
Usaha melibatkan masyarakat dalam penilaian AMDAL cukup memadai dengan dilibatkannya LSM lokal dan Pemerintah daerah (Bappeda), dan tokoh masyarakat.

AMDAL dan ekonomi kerakyatan
Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan, maka akan didapatkan hasil yang optimal dan akan berpengaruh terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa demikian? Dalam masa otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah menganut paradigma baru , antara lain:
1. Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari sistem penyangga kehidupan masyarakat, seterusnya masyarakat merupakan sumber daya pembangunan  bagi daerah.
2. Kesejahteraan masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah.

Dengan demikian maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas pemerintah daerah seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut dibawah ini:
1.    Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan kewajiban
2.    Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3.    Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan
4.    Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara konsisten.
5.    Pemda memberikan jaminan kepastian usaha
6.    Pemda menetapkan sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan sumberdaya pendapatan

Keberhasilan Impleentasi AMDAL di daerah.
Sebagai syarat keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah:

1.Melaksanakan peraturan/ perundang-undangan yang ada, Contoh:
Sebelum pembuatan dokumen AMDAL pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan Kepala Bapedal 8 tahun/ 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yaitu harus melaksanakan konsultasi masyarakat sebelum pembuatan KA. Apabila konsultasi masyarakat berjalan dengan baik dan lancar, maka pelaksanaan AMDAL serta implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik dan lancar pula. Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan fisik/ kimia, sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga masyarakat terbebas dari dampak negatip dari kegiatan dan masyarakat akan sehat serta perekonomian akan bangkit.

2.Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu.
Apabila implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL akan baik pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan meminimalkan dampak negatip dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan meningkatkan status kesehatan, penghasilan masyarakat meningkat dan masyarakat akan sejahtera.
Selain itu pihak industri dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu terbebas dari tuntutan hukum ( karena tidak mencemari lingkungan ) dan terbebas pula dari tuntutan masyarakat  ( karena masyarakat merasa tidak dirugikan ).
Hal tersebut akan lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat di sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.



SUMBER :      http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_dampak_lingkungan
                http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/analisis-mengenai-dampak-lingkungan-amdal-dan-faktor-recovery-ekonomi/

Senin, 01 Desember 2014

JAMINAN TENAGA KERJA, SISTEM PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PEKERJAAN

A.   JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.

Sebagai program publik, JAMSOSTEK memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran.

Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.

Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacad, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau membutuhkan perawatan medis.
Jenis Program Jamsostek : Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 baru mengatur jemis program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Tabel Manfaat JKK - LHK
Tabel Santunan TunjanganCacat Tetap dan Lainnya
Dasar Hukum : Program JAMSOSTEK kepesertaannya diatus secara wajib melalui Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993, Keputusan Presdien No. 22 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/MEN/1993.

  
Berapa besarnya iuran yang harus dibayarkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial?
Besarnya iuran program Jamsostek adalah sebesar :

a.  Jaminan Kecelakaan kerja
Kelompok I: 0,24% dari upah sebulan
Kelompok II: 0,54°% dari upah sebulan
Kelompok III: 0,89% dari upah sebulan
Kelompok IV: 1,27% dari upah sebulan
Kelompok V: 1,74% dari upah sebulan

b.  Jaminan Hari Tua, sebesar 5,70 % dari upah sebulan (Ditanggung Perusahaan = 3,7 %
Ditanggung Tenaga Kerja = 2 %)

c.  Jaminan Kematian, sebesar 0,3 % dari upah sebulan ditanggung perusahaan

d.  Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebesar 6 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga.
Besarnya iuran program ASKES adalah sebesar :
Besarnya premi yang harus dibayar peserta kepada PT. Askes adalah sebesar 2% dari gaji pokok

Besarnya iuran program ASABRI adalah sebesar :
Berdasarkan Kepres no.56 tahun 1974 yang diperbarui dengan Kepres no.8 tahun 1977 besarnya iuran adalah sebesar 3,25% dari penghasilan setiap bulan (gaji pokok + tunjangan isteri +  tunjangan anak)

Besarnya iuran program Taspen adalah sebesar :
Program pensiun dibiayai terutama dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan sebagian dari iuran pegawai sebesar 4,75% dari gaji setiap bulan.

Siapa yang berkewajiban membayar iuran tersebut? Apakah pengusaha atau pekerja?

• Untuk program Jamsostek
Iuran untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Iuran untuk program Jaminan Hari Tua, sebesar 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung oleh tenaga kerja.

• Untuk program ASKES , ASABRI, Taspen :
Iuran – iuran tersebut akan langsung dipotong dari gaji tenaga kerja.

Apa ancaman bagi perusahaan yang tidak mengikutkan karyawannya dalam program Jamsostek?

Apabila perusahaan Saudara tidak mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam Program Jamsostek, maka akan diancam dengan sanksi hukuman kurungan (penjara) selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.50.000.000 (pasal 29 ayat [1] UU No.3 Tahun 1992)

Kemungkinan perusahaan juga dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha (pasal 47 huruf a PP No.14 Tahun 1992). Bahkan, perusahaan diwajibkan menanggung semua konsekuensi yang terjadi dan terkait dengan program jaminan sosial tersebut, seperti konsekuensi apabila terjadi kecelakaan kerja, kematian dan/atau jaminan hari tua serta jaminan pelayanan kesehatan (pasal 8 ayat 1 dan pasal 12 ayat 1 pasal 14 ayat 1 dan pasal 16 ayat 1 UU No.3 Tahun 1992).

B.   SISTEM PENGUPAHAN
Ada tiga sistem pembayaran upah, yaitu: 

1. Sistem upah menurut waktu, 
yang menentukan bahwa besar kecilnya upah yang akan dibayarkan kepada masing-masing tenaga kerja, tergantung pad banyak sedikitnya waktu kerja mereka.

Keuntungan sistem upah menurut waktu yaitu:

Para tenaga kerja tidak perlu terburu-buru di dalam menjalan kan pekerjaan, karena banyak-sedikitnya unit yang mampu mereka selesaikan tidak terpengaruh pada besar-kecilnya upah yang mereka terima. Dengan demikian kualitas barang yang diproduksi akan dapat terjaga.

Bagi para tenaga kerja yang kurang terampil, sistem upah ini dapat member ketengan dalam bekerja, karena walaupun mereka kurang bisa menyelesaikan unit yang banyak, mereka akan tetap memperoleh upah yang sama dengan yang diterima oleh tenaga kerja lain.

Kerugian sistem upah menurut waktu yaitu:

Para tenaga kerja yang terampil akan mengalami kekecewaan, karena kelebihan mereka tidak dapat dimanfaatkan untuk memperoleh upah yang lebih besar dibandingkan para tenag kerja yang kurang terampil, sehingga tenaga kerja yang terampil kurang bersemangat dalam bekerja.
Adanya kecenderungan para pekerja untuk bekerja lamban, karena besar-kecilnya unit yang dihasilkan tidak berpengaruh pada besar-kecilnya upah yang mereka terima.

2. Sistem upah menurut unit hasil, 
yang menentukan besar-kecilnya upah yang diterima tenaga kerja , tergantung pada banyaknya unit yang dihasilkan. Semakin banyak unit yang dihasilkan , semakin banyak upah yang diterima.

Keuntungan sistem upah menurut unit hasil yaitu:
Para tenaga kerja yang terampil akan mempunyai semangat kerja yang tinggi, dan akan menunjukkan kelebihan keterampilannya, karena besar-kecilnya unit yang dihasilkan akan menetukan besar-kecilnya upah yang akan mereka terima. Akibatnya produktivitas perusahaan meningkat.
Adanya kecenderungan pekerja untuk bekerja labih semangat, agar memperoleh upah yang lebih besar.

Kerugian sistem upah menurut unit hasil yaitu:
Para pekerja akan bekerja terburu-buru, sehingga kualitas barang kurang terjaga.
Para pekerja yang kurang terampil akan selalu memperoleh upah yang rendah, akibatnya mereka kurang mempunyai semangat kerja.

3. Sistem upah dengan insentif, 
yang menentukan besar-kecilnya upah yang akan dibayarkan kepada masing-masing tenaga kerja tergantung pada waktu lamanya bekerja, jumlah unit yang dihasilkan ditambah dengan insentif (tambahan upah) yang besar-kecilnya didasarkan pada prestasi dan keterampilan kerja pegawai. Sistem upah dengan insentif sering dianggap sebagai gabungan antara sistem upah menurut waktu dengan sistem upah menurut unit hasil. Sistem ini diharapkan akan memperoleh keuntungan dari kedua sistem tersebut. Namun sistem ini juga memilki kerugian, yaitu sistem ini memerlukan sistem administrasi yang rumit, sehingga memerlukan tambahan pegawai di bagian administrasi.

 Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan tarif upah, yaitu dengan:

Rata-rata tingkat upah. Penentuan tarif upah dalam suatu departemen atau pusat biaya dapat dilakukan dengan membuat estimasi jumlah pekerja dan tingkat upah, kemudian di hitung rata-rata upah.
Rasio historis antara jumlah upah yang dibayar dengan jumlah jam kerja langsung dalam suatu departemen dapat berubah bila kondisi berubah.

Standar akuntansi. Penetapan tarif upah dapat sama dengan standar akuntansi biaya. Hal ini hanya dapat diterapkan jika perusahaan telah memakai sistem akuntansi biaya standar untuk upah, sehingga tidak perlu dibedakan antara standar dengan yang dianggarkan

Pengertian Kesejahteraan Karyawan
Menurut Malayu S.P. Hasibuan kesejahteraan adalah balas jasa lengkap (materi dan non materi yang diberikan oleh pihak perusahaan berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar produktifitasnya meningkat.

Kesejahteraan adalah dapat dipandang sebagai uang bantuan lebih lanjut kepada karyawan. Terutama pembayarannya kepada mereka yang sakit, uang bantuan untuk tabungan karyawan, pembagian berupa saham, asuransi, perawatan dirumah sakit, dan pensiun.

Pentingnya program kesejahteraan yang diberikan kepada karyawan dalam rangka meningkatkan disiplin kerja karyawan yang dikemukakan oleh Hasibuan     (2001:182)   adalah:

“Pemberian kesejahteraan akan menciptakan ketenangan, semangat kerja, dedikasi, disiplin dan sikap loyal terhadap perusahaan sehingga labour turnoverrelative   rendah.”

Dengan tingkat kesejahteraan yang cukup, maka mereka akan lebih tenang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dengan ketenangan tersebut diharapkan para karyawan akan lebih berdisiplin.

Menurut I.G. Wursanto (1985:165) menyatakan bahwa : Kesejahteraan social atau jaminan social bentuk pemberian penghasil baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk non materi, yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan untuk selama masa pengabdiannya ataupun setelah berhenti karena pensiun, lanjut usia dalam usaha memenuhi kebutuhan materi maupun non materi kepada karyawan dengan tujuan untuk memberikan semangat atau dorongan kerja kepada karyawan.

Menurut Andre. F. Sikulu menyatakan bahwa : Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa yang diterima oleh pekerja dalam bentuk selain upah atau gaji langsung
Jenis-jenis kesejahteraan karyawan
No
Ekonomis
Fasilitas
Pelayanan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Uang pensiun
Uang makan
Uang transport
Tunjangan hari raya
Bonus
Uang duka
Pakaian dinas
Uang pengobatan
Tempat ibadah
Kafetaria
Olahraga
Kesenian
Pendidikan
Cuti
Koperasi
Izin
Kesehatan
Mobil jemputan
Penitipan bayi
Bantuan hukum

Penasihat keuangan
Asuransi
kredit rumah

SUMBER ;