Kamis, 13 November 2014

RUSUNAWA DAN RUSUNAMI

(RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DAN RUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK)

Rusunami
Rusunawa

Rusun adalah singkatan dari rumah susun. Rumah susun sering kali dikonotasikan sebagai apartemen versi sederhana, walupun sebenarnya apartemen bertingkat sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah susun. Rusun dibangun sebagai jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman di daerah perkotaan.

Rumah susun merupakan kategori rumah resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain. Pada perkembangannya istilah rumah susun digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah, yang artinya berbeda dengan apartemen. Ada dua jenis rusun, yaitu rusunami dan rusunawa.

Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Penambahan kata "sederhana" setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Namun kenyataannya rusunami yang merupakan program perumahan yang digalakkan pemerintah ini, merupakan rusun bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8. Secara fisik, tampilan luarnya mirip dengan apartemen. Kata “milik” yang ditambahkan di belakangnya berarti pengguna tangan pertama adalah pembeli yang membeli secara langsung dari pengembangnya. Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah “apartemen bersubsidi”. Para pengembang umumnya lebih senang menggunakan istilah “apartemen” daripada “rusun” karena konotasi negatif yang melekat pada istilah “rusun”. Sedangkan penambahan kata “bersubsidi” disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami. Namun hanya pembeli yang memenuhi syarat saja yang berhak diberi subsidi. Warga masyarakat yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami, namun tidak berhak atas subsidi.

Berbeda dengan Rusunami, Rusunawa adalah Rumah Susun Sederhana Sewa. Rusunawa umumnya memiliki tampilan yang kurang lebih sama dengan rusunami, namun bedanya penggunanya harus menyewa dari pengembangnya.


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN RUSUNAWA DAN RUSUNAMI
Kehadiran rusunami di perkotaan bisa menjawab kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat yang menganut paradigma konvensional yaitu bertempat tinggal berarti menempati rumah milik sendiri. Namun rusunami memiliki beberapa kelemahan. Dari segi harganya pasti relatif lebih mahal sehingga jangkauan pasarnya relatif juga terbatas. Kecuali apabila kebijakan subsidi pemerintah diterapkan maka pangsa pasar menjadi lebih luas sehingga golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat menjangkaunya.
Disamping itu rusunami juga memiliki kelemahan teknis , yaitu dari aspek maintainace sustainability atau keberlanjutan pemeliharaan bangunan. Setelah dipergunakan terus menerus selama sepuluh tahun pada umumnya secara teknis bangunan bertingkat akan bermasalah sistem utilitasnya, apabila faktor pemeliharaannya tidak diperhatikan sejak awal. Gejala ini telah tampak dengan nyata pada banyak rusunami untuk MBR yang di bangun Perumnas pada beberapa kota besar. Keadaan ini seringkali diakibatkan oleh tidak sepakatnya para penghuni/pemilik bangunan atas besarnya nilai biaya untuk pemeliharaan sistem utilitas maupun struktur bangunannya. Hingga saat ini pemerintah belum bisa memikirkan cara-cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas rusunami serta lingkungannya yang mulai berkembang menjadi kawasan kumuh. Kendala ini justru disebabkan oleh status rumah susun itu yang merupakan milik perseorangan.
Rumah kontrakan , rumah indekost dan rusunawa sebagai alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal di perkotaan memiliki beberapa keunggulan. Dari sisi harga sewa dan sistem sewa (harian,bulanan atau tahunan) dapat dibuat banyak variasi yang relatif terjangkau oleh golongan MBR maupun MBS (masyarakat berpenghasilan sedang), karena komponen terbesar dari harga sewa yaitu kepemilikan lahan dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena status kepemilikan lahan tidak berpindah tangan sehingga fluktuasi harga lahan dapat dikendalikan. Disamping itu biaya untuk kelengkapan prasarana dan sarana utilitas lingkungan relatif kecil karena kebutuhan fasilitas ini sebagian besar dapat dipenuhi oleh fasilitas kota yang telah ada sebelumnya.
Keunggulan lain yaitu keberlanjutan pemeliharaan bangunan dapat terjamin karena telah diprediksikan sejak awal dan diperhitungkan kedalam harga sewa.
Disamping keunggulan diatas rusunawa juga memiliki beberapa kelemahan. Yang pertama adalah belum adanya kepastian regulasi atas fluktuasi harga sewa. Para penyewa seringkali harus mengalah atas kenaikan harga sewa yang dilakukan semena-mena oleh pemilik bangunan terutama milik perseorangan. Hal ini dapat terjadi karena masih langkanya supply rumah sewa di perkotaan. Karena itu diperlukan upaya yang sungguh sungguh dari berbagai pihak (pemerintah dan masyarakat) untuk dapat menggeser secara bertahap atau merubah paradigma bertempat tinggal dari landed houses menjadi rumah susun sewa.
KESIMPULAN

Pemilihan tempat tinggal dengan berbasis rusun banyak memiliki kekurangan dan kelebihan, untuk itu diperlukan pemahaman mendalam tentang rusunawa dan rusunami sebelum menentukan tempat tinggal, yang harus diutamakan yaitu sesuai dengan kepentingan dan meninjau kebutuhan dari berbagai aspek

SUMBER :
http://www.ciputraentrepreneurship.com/umum/perbedaan-rusun-rusunami-dan-rusunawa
http://www.pu.go.id/isustrategis/view/19 


PENERAPAN RUANG TATA HIJAU PADA PENATAAN KOTA

Sebelum membahas penerapannya kita harus tau apa itu definisi ruang tata hijau, Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan tanaman (Wikipedia), atau bisa di definisikan sebagai  area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Untuk pedoman penerapan haruslah berdasarkan undang-undang.

Sebagaimana dijelaskan pada UU nomor 26 tahun 2007 ( Pasal 29 )
(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau  publik dan ruang terbuka hijau privat.
(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
  • Luas wilayah
  • Jumlah penduduk
  • Kebutuhan fungsi tertentu

Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
 

Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut: 
  • ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat; 
  • proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; 
  • apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. 
  • Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. 
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk 

Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.  
  • 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
  • 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
  • 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan 
  • 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan 
  • 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Fungsi dari penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah 
a) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; 
b) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; 
c) Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati; 
d) Pengendali tata air; dan
e) Sarana estetika kota

Manfaat penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah
a) Sarana mencerminkan identitas daerah; 
b) Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan; 
c) Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial; 
d) Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan; 
e) Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; 
f) Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; 
g) Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; 
h) Memperbaiki iklim mikro; dan 
i) Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

PERCONTOHAN KOTA DENGAN PENERAPAN RTH 
KOTA BANDA ACEH



 a. Green planning and design (Perencanaan dan rancangan kota hijau)
Prinsip Kota Hijau diarahkan pada pembangunan kawasan berkepadatan lebih tinggi, mixed used, dan berorientasi pada manusia. Perancangan diarahkan untuk mengakomodasi lebih banyak ruang bagi pejalan kaki, penyandang cacat, dan pengguna sepeda.
Untuk itu, pemerintah Kota Banda Aceh telah menetapkan dokumen perencanaan dan perancangan kota sebagai produk hukum yang kuat dan mengikat baik dalam wujud peraturan daerah /peraturan walikota, termasuk peraturan mengenai ruang terbuka hijau. Dalam hal ini, mencakup juga pembuatan Masterplan Kota Hijau dan Rencana Detail Tata Ruang Kota yang mengadopsi prinsip-prinsip Kota Hijau. Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No.4 Th 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 yang turut mengatur tentang ruang terbuka hijau Kota Banda Aceh.
b. Green Open Space (Ruang Terbuka Hijau)
Ruang terbuka hijau (RTH) adalah salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang terbuka hijau berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta menciptakan iklim mikro yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan lahan taman, koridor hijau dan lain-lain.
Oleh karena itu, visi green city pada dasarnya juga sejalan dengan visi cyber city kota Banda Aceh. Dalam hal sosial, green open space yang atraktif adalah public sphere yang menarik untuk tempat pertemuan dan interaksi sosial. oleh karena itu, keberadaan green open space yang mencukupi dapat berperan signifikan dalam menghidupkan kehidupan sosial warga. Oleh karena itu, ia sejalan dengan visi sosial islam dan Aceh yang menghendaki kehidupan sosial yang berbasis kekeluargaan dan persaudaraan untuk membangun “ummah” yang kokoh. Dari sisi lingkungan, green open space berperan dalam mengurangi polusi, menciptakan iklim mikro yang nyaman, meningkatkan keindahan kota dan lain-lain.
Mengingat pentingnya peranan ruang terbuka hijau dalam visi green city, Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No. 4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029. Dalam qanun ini, ditetapkan bahwa pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) meliputi taman kota, hutan kota, jalur hijau jalan, sabuk hijau, RTH pengaman sungai dan pantai atau RTH tepi air. Pengaturan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Banda Aceh disebar pada setiap desa/gampong (90 gampong).
Jumlah RTH hingga tahun 2011 meliputi taman kota tersebar pada 40 gampong dan hutan kota tersebar pada 19 gampong. Target pencapaian RTH gampong setiap 5 tahun sebanyak 12 taman kota dan 18 hutan kota sehingga pada tahun 2029 pemanfaatan ruang terbuka hijau telah tersebar merata di seluruh gampong di Kota Banda Aceh.
Sesuai dengan RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, pemerintah Kota Banda Aceh menargetkan RTH publik sebesar 20,52%. Hingga tahun 2011 ini luas RTH (ruang terbuka hijau) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota adalah sebesar ± 12,0%. Untuk mencapai target 20,52% tersebut, Pemerintah Kota terus berupaya mengimplemetasikan berbagai kebijakan dan program perluasan ruang terbuka hijau.
Untuk RTH privat, kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh sudah menerapkan RTH seluas 30 – 40% dari setiap persil bangunan, dimana angka persentase luasan RTH ini sudah melebihi target yang ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu 10%. RTH yang dikembangkan di Banda Aceh meliputi sempadan sungai, sempadan pantai, sepanjang jaringan jalan, pemakaman, taman kota yang tersebar pada setiap kecamatan, dan hutan kota.
Pada kawasan pesisir pantai, RTH berfungsi sebagai penyangga bagi daerah sekitarnya dan penyangga antara kawasan pesisir dengan kawasan terbangun juga berfungsi mereduksi gelombang pasang dan meminimalkan gelombang tsunami. Oleh karena itu, bagi Kota Banda Aceh, RTH di sepanjang pesisir pantai juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari strategi mitigasi bencana. Selain itu, ia juga berperan  untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. Sementara itu, RTH di dalam kota seperti RTH di sempadan sungai dan di sepanjang jalan berfungsi peneduh/penyejuk, penetralisasi udara, dan keindahan dan menjaga keseimbangan iklim mikro. Untuk mendukung keberadaan RTH dan menjaga keseimbangan iklim mikro, Kota Banda Aceh juga didukung oleh beberapa kawasan tambak, tandon, kawasan bakau dan tujuh aliran sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area), kegiatan perikanan, dan sebagainya.
Selain itu, Kota Banda Aceh juga melakukan peningkatan/revitalisasi hutan dan taman Kota. Juga dilakukan pemeliharaan berkala terhadap 74 taman, 10 areal perkuburan, taman pembibitan (7.12 Ha), dan hutan kota (6 Ha) yang ada di Kota Banda Aceh.

KESIMPULAN
Pada dasarnya sesuatu yang tertata dengan baik akan menghasilkan hal yang baik, penataan tata letak kota harus mempertimbangkan banyak aspek dan berpedoman sesuai yang ditetapkan oleh undang-undang, ruang tata hijau pada sebuah penataan kota yang baik akan memiliki banyak manfaat baik dalam hal perekonomian, kelangsungan hidup, pelestarian alam, dan keindahan arsitektural


Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ruang_Terbuka_Hijau
               http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html
               http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/UU_No26_2007.pdf
               https://sites.google.com/site/tamanbandung/fun-facts/untuk-apa-rth